Minggu, 11 Mei 2014

Perkembangan Kognitif

Perkembangan Kognitif Piaget
   
   A.
Asumsi Dasar
Asumsi dasar teori ini adalah
konsepsi Piaget tentang hakikat konstruktivis dari kecerdasan dan faktor-faktor
esensial dalam perkembangan kognitif.

a. Pendapat Konstruktivis tentang
Kecerdasan
Pengetahuan adalah proses mengetahui melalui interaksi
dengan lingkungan, dan kecerdasan adalah sistem terorganisasi yang membentuk
struktur yang dibutuhkan untuk beradaptasi dengan lingkungan.

b.  Faktor-Faktor Esensial dalam
Perkembangan Kognitif
Ada empat faktor yng
diperlukan untuk transformasi perkembangan dari satu bentuk pemikiran ke bentuk
yang lain, yaitu lingkungan fisik, kematangan, pengaruh sosial dan
penyeimbangan (equilibration).
    B.
Proses Kognitif
Anak-anak menggunakan skema dalam
memahami dunia mereka, dimana schema (skema) adalah
konsep atau kerangka yang eksis di dalam pikiran individu yang dipakai untuk
mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi.
Piaget (1952) mengatakan bahwa
ada dua proses cara anak menggunakan skema mereka :asimilasi dan akomodasi.
(a). Asimilasi terjadi
ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah
ada. Misalnya, anak berumur delapan tahun diberi palu dan paku untuk
menggantung sebuah gambar di dinding. Dia belum pernah menggunakan palu, tetapi
dengan mengamati cara orang lain menggunakan palu maka dia mengetahui bahwa
palu adalah benda yang harus di pegang di bagian gagang bawah, dan diayunkan
untuk memukul paku, dan biasanya dipikulkan berkali-kali ke paku tersebut.
(b). Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan
diri pada informasi baru. Misalnya, masih berhubungan dengan asimilasi tadi.
Palu tersebut kan berat, sehingga dia memegangnya di bagian atas. Dia memukul
terlalu keras sehingga pakunya bengkok, dan karenanya dia harus menyesuaikan
tekanan pukulannya. Penyesuaian ini mencerminkan kemampuannya untuk mengubah
sedikit pemahamannya tentang dunia.

   C.  Tahap-tahap Perkembangan Kognitif
Piaget



Piaget menyakini bahwa perkembangan kognitif terjadi
dalam empat tahapan, yaitu sensorimotor, pra-operasional, operasional
konkret, 
dan operasional formal.

(a). Tahap Sensorimotor (dari
kelahiran – 2 tahun)
Pada tahap ini, bayi menyusun pemahaman dunia dengan
mengordinasikan pengalaman indera(sensory) mereka (seperti melihat
dan mendengar) dengan gerakan (otot) mereka (menggapai, menyentuh)-oleh karena
itu disebut sebagai sensorimotor.
Pencapaian kognitif yang penting di usia bayi
adalah object permanance, yaitu pemahaman bahwa objek dan
kejadian terus eksis bahkan ketika objek dan kejadian itu tidak dapat dilihat,
didengar, atau disentuh. Menjelang akhir priode sensorimotor, anak bisa
membedakan antara dan dirinya dunia di sekitarnya dan menyadari bahwa objek
tetap ada dari waktu ke waktu.

(b). Tahap Pra-operasional (usia
2 – 7 tahun)
Pada tahap ini, anak lebih egosentris dan intuitif.
Pemikiran pra-operasional di bagi menjadi 2 subtahap : fungsi simbolis dan pemikiran
intuitif.
a.   Subtahap fungsi simbolis (usia 2
– 4 tahun).
Pada tahap ini, penggunaan bahasa
mulai berkembang dan kemunculan sikap bermain adalah contoh lain dari
peningkatan pemikiran simbolis. Anak kecil mulai mencoret-coret gambar orang,
rumah, mobil, awan, dan benda lainnya. pemikiran pra-operasional masih mengandung
dua keterbatasan : egosentris dan animisme.Egosentris adalah
ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif sendiri dengan perspektif
orang lain. Contoh :
      Ayah
 : 
Mary, ibu ada di rumah?
 
  Mary  :
 (diam
tetapi menganggukan kepala)
      Ayah 
:
 Mary, apa ayah bisa bicara dengan ibu?
      Mary 
(mengangguk lagi tetapi tetap diam)
Jawaban Mary bersifat egosentris
karena dia tidak mempertimbangkan perspektif ayahnya; dia tidak menyadari bahwa
ayahnya tidak dapat melihat dirinya menganggukkan kepalanya.
Animisme adalah kepercayaan bahwa objek
tak bernyawa punya kualitas “kehidupan” dan bisa bergerak. Contoh : “pohon itu
mendorong daun dan membuatnya gugur” atau “ trotoar itu mmebuat ku terjatuh”.

b.  Subtahap pemikiran intuitif (usia
4 – 7 tahun).
Disebut tahap pemikiran intuitif
karena mereka mengatakan bahwa mereka tahu sesuatu tetapi mereka mengetahui
tanpa menggunakan pemikiran rasional. Tahap pra-oprasional ini menunjukkan
karaktersitik pemikiran yang disebut centration yaitu
pemokusan (pemusatan) perhatian pada satu karakteristik dengan mengabaikan
karaktersitik lainnya. centration tampak jelas dalam
kurangnya conservation  dari anak, yaitu ide bahwa
beberapa karaktersitik dari objek itu tetap sama meski objek itu berubah penampilannya.
Contoh : orang dewasa tahu bahwa volume air akan tetap sama meski dia
dimasukkan ke dalam wadah yang bentuknya berlainan. Tetapi, bagi anak kecil
tidak demikian. Menurut Piaget, anak pada tahap pra-operasional  juga
tidak bisa melakukan apa yang disebut operation (operasi)
yaitu representasi mental yang dapat di balik (reversible). Contoh
: seorang anak kecil mungkin tahu bahwa 4 + 2 = 6, tetapi tidka tahu
kebalikannya, yaitu 6 – 2 = 4 adalah benar.

(c). Tahap Operasional Konkret
(usia 7 – 11 tahun)



 














Pemikiran operasional
konkret mencakup penggunaan operasi. Penalaran logika matematika menggantikan
penalaran intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkret. Pada tahap ini, anak
secara mental bisa melakukan sesuatu yang sebelumnya hanya bisa mereka lakukan
secara fisik, dan mereka dapat membalikkan operasi konkret ini. Misalnya, ada
dua lempung berbentuk bola dengan ukuran sama. Kemudian bola lempung tersebut
duabh menjadi bentuk panjang dan ramping. Anak itu ditanya lempung mana yang lebih
banyak, yang berbentuk bola atau yang panjang. Jika anak itu berusia 7 atau 8
tahun, besar kemungkinan mereka akan menjawab bahwa jumlah lempung dlaam kedua
bentuk tersebut adalah sama.
Tahap ini juga
ditandai denganseriation yaitu operasi konkret yang
melibatkan stimulus pengurutan di sepanjang dimensi kuantitatif (seperti
panjang). Contoh : seoprang guru meletakkan delapan batang lidi dengan panjang
yang berbeda-beda secara acak di atas meja. Guru kemudian meminta murid untuk
mengurutkan batang itu berdasarkan panjangnya. Pemikir operasional konkret
dapat secara bersamaan memahami bahwa setiap batang harus lebih panjang dari
batang sebelumnya atau batang sesudahnya harus lebih pendek dari sebelumnya.
Aspek lain dari
penalaran tentang hubungan antar kelas adalah transivity yaitu
kemampuan untuk mengombinasikan hubungan sceara logis untuk memahami kesimpulan
tertentu. Misalnya, dalam kasus batang lidi tadi, tiga batang (A, B, dan C)
berbeda panjangnya. A adalah yang paling panjang, B panjangnya menengah, dan C
adalah yang paling pendek. Si anak memahami bahwa jika A>b, dan B>C, maka
A>C ? menurut Piaget, pemikir konkret operasional bisa memahaminya.

(d). Tahap Operasional Formal
(usia 7 – 15 tahun)
Pada tahap ini, individu sudah
mulai memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkret, dan memikirkannya
secara lebih abstrak, idealis, dan logis. Pemikir operasional konkret perlu
melihat elemen konkret A, B, dan C untuk menarik kesimpulan logis bahwa jika A
= B dan B = C, maka A = C. Sebaliknya, pemikir operasional formal dapat
memecahkan persoalan ini walau problem ini hanya disajikan secara verbal.
Selain memiliki kemampuan
abstraksi, pemikir operasional formal juga punya kemampuan untuk melakukan
idealisasi dan membayangkan kemungkinan-kemungkinan. Pemikir idealis ini bisa
menjadi fantasi atau khayalan. Banyak remaja tak sabar terhadap cita-cita
mereka sendiri. Mereka juga tidak sabar menghadapi problem untuk mewujudkan
cita-citanya itu. Egosentrisme juga muncul dalam masa remaja. Egosentrisme masa
remaja (adolescent egocentrism) adalah kesadaran diri yang
tinggi yang tercermin dalam keyakinan remaja bahwa orang lain tertarik pada
dirinya sebagaimana dia tertarik pada dirinya sendiri. Egosentrisme remaja juga
mencakup perasaan bahwa dirinya adalah unik atau berbeda dari orang lain.
Contoh : “semua orang disini melihatku karena rambutku ini tak bisa diatur”,
lalu dia lari ke ruang rias untuk menyemprotnya dengan hairspray.

Sumber :

Gtedler, Margaret. E., 2011.,
Learning and instruction, teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana

Santrock., J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua).
Jakarta: Prenada Media Group